Judul: SEBILAH LIDAH
Penulis: CHRIS TRIWARSENO
Cetakan : I, 2023
Penerbit:
Surya Pustaka Ilmu Grup
Karanganyar. 57761
suryapustakailmu.com
Mengenai
antologi puisi yang sekarang mungkin sudah berada di tangan pembaca, mengambil
judul “Sebilah Lidah”. Lidah adalah rahim huruf-huruf ketika kita bersuara, dan
di dalam antologi ini suara-suara tersebut direpresentasikan dalam kurang lebih seratus judul puisi, yang
menyuarakan beragam tema dengan latar, cerita dan pemaknaan tentang
spiritualitas, filosofi, cinta, perjalanan, realitas sosial, perempuan,
heroisme, alam semesta, wayang dan lain-lain. Semua puisi dalam antologi ini
sudah melalui proses kurasi oleh redaktur di masing-masing media cetak dan
media online. Puisi-puisi tersebut diterbitkan pada periode Bulan Februari 2022
sampai dengan Bulan Maret 2023 di media-media, seperti : Republika.id, Suara
Merdeka, Kaltim Post, Lombok Post, borobudurwriters.id, nongkrong.co,
balipolitika.com, negerikertas.com, riausastra.com, nadariau.com,
bbpmpjateng.kemendikbud.go.id, dermagasastra.com dan arahbatin.com. Di samping
diterbitkan di media, beberapa puisi di dalam antologi ini ada yang pernah
dipajang di Kedutaan Besar Perancis untuk Indonesia, dibacakan di dalam acara
“Ngabubu-Read Sastra” di Bentara Budaya, dan dibacakan oleh Wayan Jengki
Sunarta di dalam acara “Mengenang Umbu Landu Paranggi” Komunitas Jatijagat
Kehidupan Puisi di Bali, dan beberapa puisi menjadi pemenang lomba cipta puisi.
Memilih
“Sebilah Lidah” menjadi judul buku antologi ini tidaklah instan, melalui proses
diskusi panjang antara penulis dan Hasan Aspahani, seorang penyair, penulis,
dan jurnalis senior yang lebih tepat saya sebut sebagai mentor dalam penyusunan
antologi ini. Selanjutnya, tentu saja
bagaimana konsep, filosofi dan desain sebilah lidah tersebut divisualisasikan dengan kuat, khas, mudah diingat
dan puitis.
Akhirnya tervisualisasikan dalam gambar lidah menjulur,
yang salah satu sisinya tajam seperti bilah pisau, dan berada di dalam sebuah
sangkar. Lidah adalah sepotong daging tak bertulang yang terletak di dalam
rongga mulut dan dipagari dua baris gigi, mengisyaratkan supaya manusia
berhati-hati menjaga lidah dan apa yang diucapkannya. Sebab lidah diibaratkan
sebagai bilah pisau yang apabila salah menggunakannya akan menimbulkan dendam, mampu menyayat, membunuh tanpa luka,
dan membinasakan, seperti bait-bait yang tertulis pada dua puisi dengan judul
“Sebilah Lidah” dan “Lidah yang Kausayat” di dalam antologi ini.
Lidah adalah
tempat keselamatan digantungkan, serupa semestinya lidah juga dikurung pada
sangkar pengendalian yang tergantung pada tiang kebijaksanaan. Ketajaman lidah
juga bertransformasi di zaman modern, mewujud dalam bilah-bilah status di media
sosial yang acapkali saling “membunuh” dengan bersilat lidah. Sekarang mungkin
ungkapan “mulutmu-harimaumu” telah tergantikan di era manusia dikendalikan oleh
algoritma, menjadi ungkapan “jarimu-harimaumu” yang juga mematikan.