Judul: KUCING MALAM DAN GERHANA BULAN
Penulis: KARISMA FAHMI YUHSINA
Cetakan : I, 2023
Penerbit:
Surya Pustaka Ilmu Grup
Karanganyar. 57761
suryapustakailmu.com
Saya
selalu membayangkan, dalam diri pengarang tumbuh biji-biji tanaman berupa kata,
berupa imajinasi. Ada kata yang pada akhirnya tumbuh menjadi kalimat, lalu
menjadi pemikiran, lalu menjadi karakter. Kata-kata itu berkumpul dan
bersambungan satu sama lain di tubuh imajinasi pengarang, dan bila beruntung,
kata itu bergerak dan tumbuh bersama sebagai tulisan. Namun, ada pula kata-kata
yang mati dalam kesunyian. Dari bayangan itu, muncul kesadaran bahwa di sanalah
kerja pengarang yang sebenarnya: melahirkan bentuk tanaman bagi biji-biji kata dan
imajinasi itu.
Layaknya
petani, untuk kerja inilah pengarang harus senantiasa merawat dan memberikan
nutrisi demi tumbuhnya biji-biji tanaman kata dalam dirinya. Di titik ini kerja
pengarang dipertaruhkan. Apakah ia memutuskan untuk menumbuhkan, atau
membiarkannya mati dalam kesunyian.
Barangkali
memang klise, ketika menjadikan alasan tentang kesibukan dalam pekerjaan, kesibukan
menjadi perempuan, menjadi ibu, menjadi tetangga, dan mungkin juga peran-peran
domestik lain, yang menjadikan biji-biji tulisan itu pada akhirnya harus
menjadi angan-angan belaka, tanpa eksekusi. Kata-kata harus mati dalam
kesunyiannya sendiri.
Setidaknya,
dengan membayangkan hal itu, bisa menjadi pemicu untuk kembali menulis lagi. Itu
memang bukan hal yang mudah. Menumbuhkan, merawat, lalu melahirkan biji-biji
imajinasi itu dalam bentuk baru di tengah hiruk pikuk keadaan dan suara-suara
di luar. Namun ternyata benar adanya, kata-kata mempunyai nyawa sendiri ketika
kita mulai menuliskannya. Dia tumbuh dan berkembang menjadi pohon dan memiliki
kehidupannya sendiri, memiliki kesempatan untuk menciptakan dan menemukan
dirinya sendiri. Dengan semangat itulah pada akhirnya mau tak mau harus kembali
menilik ke dalam diri, sebuah ruang yang menyimpan biji-biji kata,
lembar-lembar imajinasi yang tertunda, dan kemudian mengasahnya menjadi
kehidupan baru.
Bukan
hal yang mudah untuk mengumpulkan benang merah tulisan-tulisan dari berbagai
tema yang muncul dalam buku ini. Sepenuhnya penulis menyadari, bahwa sepanjang
hidup pengarang, maka sepanjang itu pula ia akan mempelajari sesuatu. Dan
kumpulan cerita ini adalah buktinya. Manusia bertumbuh dengan
pengalaman-pengalaman yang ditapakinya. Kisah-kisah dalam buku ini adalah jejak
acak penulis sebagai masyarakat dunia, yang juga telah “tidur panjang” pasca
terbitnya buku pertama, Pemanggil Hujan
dan Pembaca Kematian, yang terbit di akhir tahun 2016.
Jeda
panjang di antara keduanya adalah bukti nyata betapa manusia-manusia yang
mandeg akan digilas oleh waktu. Hal itu kentara dengan mandegnya kemauan, ide,
dan matinya biji-biji kata dalam diri penulis selama jeda itu. Mandeg menulis
selama pandemi, dan juga kebosanan pada keadaan, pada pekerjaan, kesenangan
menikmati hal-hal yang terjadi sehari-hari, kebahagiaan menertawakan diri
sendiri, dan hal-hal lain yang mendorong penulis untuk kembali harus memulai fokus
dari nol. Mengasah diri kembali kata dan imajinasi. Menggugah kembali kesadaran
lama, bahwa menulis adalah proses menggali kesadaran dan perasaan yang akan
terus menguatkan diri, maka tidak ada satu alasan yang masuk akal untuk menjadi
jeda, alasan, alibi, ataupun sikap permisif lainnya. Prioritas akan selalu ada,
tetapi pilihan untuk keduanya selalu bisa diciptakan. Maka saya akan berusaha
untuk terus menghidupinya.
Semoga
buku ini membawa perubahan positif bagi penulis, dan juga bagi pembacanya.
Kumpulan cerita di buku ini sekaligus adalah niat besar penulis untuk kembali
ke dunia penulisan. Apapun itu, saya ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dan memberi semangat untuk menulis, dan menyusun buku ini.